Metamorforce

The Guard of Nature

Oleh Indra YY

Hari Jumat, 4 Januari 2013 anggota komunitas Metamorforce berkumpul untuk berkoordinasi pada kegiatan reboisasi yang akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 6 Januari. Dalam koordinasi itu disampaikan hasil survey lokasi di beberapa tempat, (kisah tentang survey lokasi reboisasi dapat dibaca disini) dan akhirnya reboisasi diputuskan di laksanakan di desa Wonosigro. Lahan yang akan direboisasi adalah lahan yang pada saat survey merupakan lahan yang diincar pertama kali untuk disurvey kelayakannya karena jika dilihat dari jembatan sungai Wonosigro lahan tersbut tampak kosong dan tidak terdapat pepohonan. Lahan itu terletak diatas bukit bagian selatan dan tampak jelas jika dilihat dari kejauhan.
Perlu diketahui bahwa lahan tersebut belum sempat disurvey karena survey pertama kali dilakukan di bagian utara bukit. Rencananya lahan itu akan disurvey sambil pulang, namun karena saat itu kebanyakan peserta survey sudah kelelahan, haus, dan lapar karena tidak membawa bekal yang cukup serta waktunya juga sudah sore akhirnya survey di lahan tersebut urung dilakukan. Namun beberapa hari setelah beberapa anggota komunitas yang rumahnya atau punya famili yang dekat dengan lokasi melakukan pendalaman survey tentang pemilik lahan serta perijinan untuk melakukan reboisasi diperoleh informasi bahwa justru lokasi ini lebih layak untuk direboisasi dibandingkan dengan lokasi yang telah disurvey sebelumnya.
       Koordinasi yang dimulai sekitar pukul 11 tersebut dilakukan di ruang multimedia. Dalam koordinasi itu berkumpul anggota komunitas yang telah mengikuti kegiatan Susur Pantai 1 ditambah dengan anggota baru dari kelas X yang merupakan siswa pilihan yang masuk dalam peringkat 5 besar dikelasnya. Dalam rapat koordinasi, selain disampaikan lokasi reboisasi, disampaikan juga peralatan yang harus dibawa untuk membuat lubang tempat menanam bibit, bisa cangkul atau pancong, dan yang tidak kalah penting disampaikan alat transportasi untuk bisa sampai di lokasi reboisasi, karena tidak semua anggota mempunyai kendaraan sendiri. Akhirnya diputuskan masing-masing anggota harus mengusahakan sendiri cara sampai di lokasi, bisa dengan naik angkot, naik sepeda, atau diantar saudara. Tempat berkumpul menuju lokasi reboisasi adalah sekitar obyek wisata benteng Van Der Wijk. Tidak lupa pula para peserta harus membawa bekal makanan dan minuman sendiri-sendiri.

Anggota Metamorforce menuju lokasi reboisasi
       Minggu sekitar pukul 07.00 aku berangkat menuju lokasi berkumpul, namun aku teringat meteran untuk mengukur jarak antar pohon masih tertinggal di sekolah. Akhirnya aku mampir ke sekolah dulu untuk mengambilnya. Sesampainya ditempat berkumpul yang telah ditentukan beberapa anggota sudah berkumpul terlebih dahulu. Ada yang membawa kendaraan sendiri, ada yang berjalan kaki dari terminal Gombong, dan ada yang diantar familinya. Sementara anggota lain yang rumahnya di daerah utara sudah menunggu di masjid tempat biasa berkumpul. Anggota yang diantar disarankan untuk langsung menuju masjid tempat berkumpul. Sekitar pukul 07.45 semua anggota telah lengkap dan berangkat menuju lokasi. Anggota yang tidak membawa kendaraan sendiri atau tidak mendapat tumpangan akhirnya berjalan kaki. Walupun berjalan kaki, tidak terlihat satupun guratan kekecewaan diwajah mereka, sampai akhirnya kendaraan yang telah selesai mengantar, kembali lagi untuk menjemput anggota yang berjalan kaki. 
       Sesampainya di masjid, ternyata ada beberapa anggota yang domisilinya di bagian utara yang belum datang termasuk salah satu inisiator komunitas yang domisilinya di Sempor, Ah… paling ngaret lagi seperti biasa, begitu pikirku, padahal tadi sudah sms sedang dalam perjalanan. Halaman masjid telah dipenuhi lebih dari 20 anggota Metemorforce. Seperti biasa ketika anak muda berkumpul dengan temannya, pasti isinya bercanda, curhat, ngerumpi, dan mungkin bergosip, lumayan ramai juga. Saat itu yang terlihat hanya wajah-wajah ceria. Mungkin saat itu warga disekitar masjid bertanya-tanya siapa gerangan orang-orang ini dan ada kegiatan apa berkumpul disiini? kok ada yang bawa cangkul dan pancong? Beberapa saat kemudian seluruh anggota sudah berkumpul semua, perjalananpun dilanjutkan ke lokasi reboisasi.

Jalan setapak dan menanjak menuju lokasi reboisasi
       Lokasi reboisasi yang akan dituju harus ditempuh dengan berjalan kaki karena terletak diatas bukit. Jalan yang menuju kesana adalah jalan setapak yang licin karena semalam baru saja diguyur hujan. Akhirnya semua kendaraan dititipkan di rumah famili salah satu anggota komunitas. Aku bersyukur karena hari itu sangat cerah dan matahari terlihat terang bersinar sehingga persiapan reboisasi dapat dilakukan tanpa ada gangguan hujan. Andaikan hujan dipastikan lokasi reboisasi sangat becek dan licin sehingga sulit untuk dicangkul, belum lagi pasti ada peserta yang mengeluh karena tidak terbiasa bekerja dalam kondisi hujan.

       Sebelum sampai di lokasi, ketua komunitas memintaku untuk menemui penjaga lahan yang akan direboisasi untuk meminta ijin. Rumahnya berada di lereng bukit dan merupakan rumah terakhir yang kami lalui sebelum sampai di lokasi. Dari orang tersebut diperoleh informasi bahwa lahan yang akan direboisasi adalah lahan milik warga setempat yang telah diwariskan kepada anak-anaknya dan sekarang berdomisili di Jakarta, sehingga lahan yang memang sangat luas tersebut tidak ada yang merawat dan dibiarkan kosong. Orang tersebut mengijinkan kami untuk menanami lahan seluas-luasnya dan semampunya.
       Sesampai di lokasi, terlihat beberapa anggota ada yang terengah-engah kecapekan. Lokasi reboisasi yang berada diatas bukit namun sebenarnya tidak terlalu jauh ini ternyata sudah menguras tenaga anggota yang tidak terbiasa hiking. Padahal kegiatan yang utama hari itu belum dimulai. Saat itu aku berpikir memang komunitas ini perlu sering mengadakan hiking agar fisik anggota tidak lemah. Mungkinkah mental mereka yang lemah menghadapi medan yang tidak biasa sehingga mempengaruhi fisiknya? Lalu bagaimana jika mereka menghadapi kejadian yang lebih parah? Kemampuan akademik saja tentu tidak cukup untuk menhadapi situasi seperti ini. Mungkin bukan hanya latihan fisik saja yang diperlukan untuk komunitas ini, tetapi latihan mental juga wajib diadakan, begitu pikirku saat itu. Ah… semuanya kan perlu proses…

Semak belukar dan rerumputan di lokasi reboisasi
        Loakasi reboisasi merupakan lahan di lereng perbukitan yang berbentuk terasering. Saat itu aku agak terkejut juga karena ternyata lahan dipenuhi oleh rerumputan dan semak belukar. Waah… ini tidak seperti apa yang kubayangkan karena sangat berbeda dari lokasi yang telah disurvey sebelumnya yang rata-rata tidak ada semak belukarnya, paling hanya rerumputan yang bisa dibersihkan dengan cangkul atau pancong. Sementara di lahan ini semak belukar sangat lebat dan tinggi sehingga tidak mungkin dibersihkan hanya dengan cangkul dan pancong. Namun apa daya, semua anggota hanya diperintahkan untuk membawa cangkul atau pancong saja, dan hanya alat itu yang mereka bawa, itupun tidak semua.

Anggota Metamorforce mengukur jarak antar lubang
       Akhirnya rencana semula tetap dijalankan, pembuatan lubang untuk menanam bibit. Diambilah meteran untuk mengukur jarak antar lubang. Dengan berpatokan pada batas paling barat lahan, diambilah jarak tiap 3 meter untuk diberi tanda berupa ranting ditancapkan, dan tiap tanda tersebut dibuat lubang menggunakan cangkul maupun pancong. Terlihat para anggota saling bekerja sama, ada yang memegang meteran, ada yang mengukur meteran, ada yang memberi tanda, dan ada yang membuat lubang. Umumnya anggota dari kelas X yang bertugas membuat lubang. Tiap lubang dibuat oleh 3 sampai 5 siswa. Aku senang melihat mereka kompak mengerjakan tugas sesuai instruksi walaupun masih terlihat ada yang mengerjakannya dengan sedikit terpaksa. Yaah... wajar saja, mungkin ada anggota yang shock karena ternyata mereka datang kesini bukan piknik dan refreshing tetapi justru bekerja membabat semak belukar, haha…   
Pembuatan lubang untuk tanaman reboisasi
       Ternyata apa yang dikhawatirkan sebelumnya terbukti, banyak yang merasa kesulitan membuat lubang karena terhalang oleh semak belukar. Belum lagi nantinya semak yang sangat tinggi dan lebat itu pasti akan mengganggu pertumbuhan tanaman baru, rumput yang masih sedikit saja sebisa mungkin dibersihkan dari sekitar tanaman, apalagi semak belukar seperti ini. Maka akupun meminta beberapa anggota untuk meminjam sabit di rumah penduduk setempat sebanyak-banyaknya untuk membersihkan semak belukar. Tidak lama kemudian mereka kembali membawa empat buah sabit. Setelah diperoleh sabit, maka pembersihan semak belukar dan rerumputan pun dimulai.
       Waktu menunjukkan belum genap pukul 10, udara sangat cerah, matahari bersinar dengan teriknya, panas menyengat, keringat bercucuran, rasa haus sudah mulai terasa. Terlihat beberapa anggota terutama perempuan kelas X sudah mulai berguguran, menepi mencari tempat yang teduh untuk beristirahat, membuka bekal makanan dan minuman yang mereka bawa dan segera menikmatinya. Ketika angin bertiup aku merasa sedikit hawa hangat, tidak sejuk lagi, mungkin karena pengaruh panas matahari. Beberapa kali kuhela nafas panjang untuk mengumpulkan tenaga yang sudah mulai hilang. Tidak lama kemudian kulihat hampir seluruh peserta sudah beristirahat menikmati bekal yang dibawa. Yah…aku maklum, memang kegiatan ini terasa sangat berat bagi yang tidak terbiasa, apalagi beberapa anggota mungkin belum pernah melakukan kegiatan bertani sepanjang hidupnya, dan yang jelas mungkin mereka tidak terbiasa latihan tidak makan dan tidak minum selama kegiatan. Tinggalah aku sendiri membersihkan semak dan rerumputan.
       Setalah sekian lama, kulihat lubang yang dibuat belum cukup banyak, memang saat itu belum bisa diprediksi berapa bibit yang akan ditanam, tapi dilihat dari luasnya lahan yang ada, jumlah lubang yang dibuat belum memadai. Akhirnya setelah dirasa cukup untuk beristirahat, anggota diminta kembali untuk bekerja membuat lubang. Dengan sedikit sisa tenaga yang ada merekapun bekerja kembali. Pada saat itulah aku baru beristirahat mengambil minuman yang kubawa. Seperti pada kegiatan yang lain, ditengah letih, capek, dan haus pada kegiatan seperti ini, aku selalu ditemani ipod atau MP3 player untuk mendengarkan musik kesayanganku, yah… lumayan untuk mengusir rasa capek.

Kegiatan inti: Membabat semak dan membuat lubang
       Sebelum waktu dzuhur tiba, para anggota sudah banyak yang tidak kuat dan meminta untuk berhenti karena capek dan kepanasan, namun karena lubang yang dibuat belum banyak keinginan mereka tidak serta-merta kukabulkan. Beberapa anggota diminta untuk menghitung jumlah lubang yang telah dibuat. Ternyata lubang baru dibuat sekitar 45 buah, jika dilihat dari luasnya lahan, maka lubang yang dibuat baru mencapai sekitar 20% dari lahan yang akan direboisasi. Tentu jumlah ini masih jauh dari harapan. Tidak heran kenapa jumlah lubang belum memadai, medannya memang sangat berat, apalagi bagi para pemula seperti komunitas ini yang rata-rata para remaja tidak berpengalaman. Yah…inilah bagian dari pembelajaran.
       Akhirnya mengingat kondisi anggota yang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan pekerjaan, maka diputuskan kegiatan dihentikan sekitar pukul 11.30. Anggota berkumpul untuk beristirahat di tempat yang teduh disebelah barat lahan reboisasi sambil menikmati bekal yang mereka bawa. Dari beberapa kali berkumpul terlihat beberapa siswa hanya mau berkumpul dengan rekan satu kelasnya, tampaknya kegiatan seperti ini belum mampu memecah kebekuan komunikasi antar kelas.  Ah… tidak apa-apa, acara diluar ruangan seperti ini memang baru dua kali dilakukan, tentu mereka belum kenal terlalu dekat dengan siswa dari kelas lain, kalau acara seperti ini sering dilakukan tentu keakraban diantara para anggota akan terjalin, begitu pikirku. Setelah istirahat dirasa cukup para anggota kembali ke tempat penitipan motor dan berkumpul bersama untuk membahas kegiatan yang baru saja dilakukan.  
       Sesampainya dirumah tempat kami menitipkan motor, tuan rumah menyediakan air putih. Segera saja air putih itu kami nikmati tanpa basa-basi walaupun awalnya malu-malu hehe… maklum, bekal minuman sudah habis, dan sebagai orang jawa suka malu-malu kalau ditawari sesuatu pada awalnya, tapi lama-kelamaan malu-maluin, haha…. Acara kumpul-kumpul itu dimanfaatkan untuk mengadakan refleksi dan evaluasi kegiatan yang baru dilaksanakan. Dibahas juga kegiatan akademik yang mungkin akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, yaitu mengadakan resensi buku yang judulnya akan ditentukan kemudian. Saat itu acara akan dilanjutkan untuk mengunjungi curug di desa Pejaten yang tidak jauh dari lokasi reboisasi, namun peserta dari kelas X tampaknya masih ragu-ragu sehingga diputuskan acara persiapan reboisasi selesai dan bagi peserta yang akan pulang dipersilahkan, atau mau ikut mengunjungi curug juga diperbolehkan.

Isitrahat sebelum briefing untuk evaluasi kegiatan reboisasi

Kisah selanjutnya adalah Kunjungan ke Curug Pejaten dapat dibaca di tulisan berikutnya, so...tunggu saja...!!




0 komentar:

Posting Komentar


hit counter

Label

Pengikut Blog