Oleh Indra YY

Jam sudah menunjukan pukul 07.00 dan baru ada dua peserta reboisasi yang tampak batang hidungnya di sekolah. Mungkinkah instruksi bahwa peserta dari daerah selatan harus mampir ke sekolah dulu untuk membawa kompos dan bibit tidak dilaksanakan? Ataukah peserta reboisasi dari selatan memang hanya dua orang ini? Keraguan muncul dalam hati, jangan-jangan kegiatan kali ini gagal karena pesertanya tidak ada. Ah…masa bodoh, yang penting sudah ada yang datang. Seberapapun pesertanya pasti bisa jalan. Akhirnya dua orang yang hadir diminta untuk mempersiapkan pengangkutan bibit dan kompos ke atas motor. Setelah dirasa cukup maka kami berangkat ke tempat reboisasi.
Peralatan yang kami bawa sangat minim. Aku masih memakai baju kerja batik. Kaos memang aku bawa, tetapi malas kalo harus ganti kostum, toh terget hari ini adalah bibit yang dibawa harus tertanam semua, jadi pekerjaannya tidak terlalu berat. Peserta lain juga ada yang tidak membawa alat sendiri, tapi pinjam ke rumah warga. Maka sesampainya di lokasi aku membagi peserta menjadi tiga daerah tanam, tiap bagian bertugas membuat lubang, mengisinya dengan kompos, tanah, dan langsung menanam bibit alba dengan jarak sekitar 3 meter antar bibit. Kegiatan saat itu tidak difokuskan untuk membersihkan lokasi tanam dari semak dan rerumputan walaupun rumput dan semak sangat lebat, cukup dibersihkan di sekitar lubang yang akan ditanam saja.
Sebenarnya kami agak pesimis apakah bibit sekecil itu yang tingginya tidak lebih dari 10 cm bisa bertahan di sekitar rerumputan yang lebih tinggi, sementara tanaman yang sudah agak besar saja bisa mati oleh rerumputan liar. Namun mengingat masa tanam untuk musim hujan tahun ini akan segera habis, maka bibit harus ditanam terlebih dahulu, sementara itu kami berniat membersihkan rerumputan dilain waktu dan jika memungkinkan.
Sekitar pukul 11.00 bibit telah tertanam semua bahkan mencakup areal bukit yang paling tinggi. Kami pun beristirahat sambil memandang kearah utara yang terdiri dari pegunungan. Indah sekali, karena aku suka memandangi gunung dari kejauhan yang terlihat hijau. Aku agak terkejut melihat daerah dibalik bukit yang ditanami, tanahnya merah, agak gersang walaupun tanahnya agak basah, tanaman sangat sedikit yang hidup itupun tidak subur. Setelah aku amati lebih teliti ternyata daerah itu adalah lereng bukit yang pertama kali di survei untuk direboisasi namun tidak jadi karena pemiliknya tidak diketahui keberadaannya. Maka akupun sadar ternyata selama ini aku menanam di daerah yang sangat dekat dengan lokasi survei pertama yang tanpa persiapan. Beberapa saat kemudian kami pun kembali ke sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar